Kamis, 17 November 2016

EVALUASI PENDIDIKAN



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENDAHULUAN
Pendidikan apapun bentuk dan tingkatnya pada akhirnya menuju kepada suatu perubahan perilaku, baik individu, kelompok maupun masyarakat. Perubahan perilakudi di sini mencakup pula perubahan/ peningkatan kemampuan di tiga bidang (domain), yaini cognitive,affective,dan psychomotor.
Seberapa jauh perubahan atau peningkatan kemampuan itu terjadi diperlukan suatu mekanisme. Sistem atau alat pengukur, yang sering disebut tes,evaluasi, dan pengukuran, yang oleh sementara orang diberi arti sama, dan menggunakannya secara bertukar-tukar, meskipun sebenarnya berbeda.
Tes mempunyai pengertian yang lebih sempit, dan diartikan sebagai tugas-tugas yang telah dibakukan yang diberikan kepada sasaran belajar untuk diselesaikan. Pengukuran meiputi segaa cara untuk memperoleh informasi ini orang melakukan tes atau cara-cara lain. Sedangkan evaluasi adalah penggunaan informasi yang diperoleh dengan pengukuran maupun dengan cara-cara lain untuk memperoleh dan membuat keputusan pendidikan. Dengan sendirinya keputusan-keputusan ini akan bersifat subjektif, tergantung pada pertimbangan-pertimbangan pribadi. Untuk melakukan evaluasi pendidikan diperlukan informasi yang diperoleh dari pengukuran. Sedangkan untuk pengukuran ini dilakukan tes.
Dari uraian ini tampak jelas bahwa evaluasi, pengukuran dan tes dipergunakan secara bersama-sama. Contoh untuk mengevaluasi sejauh mana sasarn menguasai mata ajaran pembuangan kotoran maka  pengukuran terhadap pengetahuan mereka tentang pembuangan kotoran tersebut, dengan cara mereke harus m njawab pertanyaan-pertanyaan yang teah disusun. Disamping untuk mengukur kemampuan atau pengetahuan leaner di dalam proses beajar, evaluasi juga diperlukan untuk mengukur kemampuan leaner atau lulusan, suatu program pendidikan setelah mereka bekerja di masyarakat. Evaluasi disini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana lulusan suatu program pendidikan itu mampu mengatasi masalah –masaah kemasyarakatan, yang diterjemahkan dalam kemampuan kerja mereka. Dalam melakukan evaluasi ini pihak evaluator, membandingkan tujuan institusi dimana lulusan itu belajar dengan hasil pekerjaan mereka.
Dengan kata lain membandingkan antara harapan dengan kenyataan, selisihnya adaah sebagai kemampuan yang belum atau tidak dipunyai oleh  lulusan dan bila hal ini diterjemahkan adalah merupakan suatu tambahan yang harus diberikan kepada para lulusan.
2.2 KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
Berdasarkan fungsinya,evaluasi dan pengukuran diperlukan untuk memenuhi tiga kelompok kebutuhan yakni:
1)      Kebutuhan Psikologis
Secara psikologis orang yang sedang dalam proses belajar mengajar baik si terajar (leaner) maupun secara pengajar (teacher) memerlukan informasi yang dijadikan rangka acuan (frame of reference) untuk mengetahui di sampai mana mereka sudah mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.hal ini penting sebab dengan mengetahui informasi ini si leaner akan terdorong secara psikologis bila ia belum sampai pada tujuannya.demikian juga si teacher akan meningkatkan usahanya untuk mengejar tujuan pendidikan yang belum dicapai.

2)      Kebutuhan Didaktis
Dengan adanya hasi-hasil pengukuran dan evaluasi akan diperoleh manfaat antara lain:
a.memberikan umpan balik kepada leaner tentang tingkat pengetahuan dan kemampuan yang belum dicapai.
b.juga memberikan umpan balik kepada si pengajar,tentang hasil mengajar yang sudah maupun yang belum di capai,dan mencari sebab-sebab belum tercapainya sebagian tujuan pendidikan tersebut.dengan demikian,si pengajar dapat memperbaiki cara mengajarnya,bia perlu,atau memperbaiki materi pengajarannya.
c.untuk membedakan kemampuan dan kegagalan atau tingkat keberhasilan seorang leaner dalam mencapai suatu jenjang atau tingkat pendidikan.

3)      Kebutuhan Administrasi
Dengan diperolehnya hasil evaluasi dan pengukuran akan berguna bagi keputusan-keputusan yang berhubungan dengan administrasi dan pengelolaan,antara lain:
a.menentukan atau membuat keputusan tentang tamat belajar naik/tinggal kelas dan sebagiannya bagi”leaner”
b.sebagai bahan laporan baik kepada instansi pendidikan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar tersebut.

 Di samping pengklasifikasikanberdasarkan fungsinya,evaluasi juga dapat dibedakan berdasarkan atas kapan pengukuran dan evaluasi itu dilakukan.untuk itu evaluasi dibedakan menjadi:
1)      Evaluasi formatif
evaluasi ini diakukan dalam proses pendidikan yang berlangsung.evaluasi ini sangat diperlukan untuk mengadakan perbaikan proses belajar mengajar,termasuk kurikulum metode pengajar,dan sebagainya.Disamping itu,evaluasi formatif juga bertujuan untuk mendapatkan umpan balik guna penyempurnaan,perbaikan rancangan dan pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya.
2)      Evaluasi Sumatif
Evaluasi ini dilakukan pada akhir suatu proses pendidikan atau proses belajar mengajar.Dengan kata lain,evaluasi sumatif ini diperlukan untuk menentukan kedudukan para leaner di dalam suatu jenjang atau tingkat tertentu,dan untuk memberikan keterangan dalam pengambilan keputusan tentang tingkat kenaikan atau pemberian gelar atau dibploma.Tujuan utama evaluasi sumatif ini adalah untuk menentukan pendapat tentang keseluruhan proses belajar mengajar yang sudah selesai.biasanya dilakukan pada akhir masa belajar sebuah atau beberapa buah kesatuan pengajaran.sementara orang berpendapat bahwa evaluasi ini mencakup juga evaluasi terhadap lulusan suatu program pendidikan scietafic mereka bekerja dimasyarakat.Tujuan nya untuk mengetahui performance  lulusan,sampai dimana mereka dapat mengaplikasikan teori-teori dan kemampuan mereka sehubungan dengan pekerjaan / tugas mereka.
2.3    Macam- Macam Alat Pengukuran(Test)
Salah satu alat pengukur yangdigunakan untuk memperoleh informasi dalam rangka pengukuran dan evaluasi adalah test atau ujian.dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dewasa ini,test ini juga mempunyai eksistensi sendiri sebagai ilmu.Ilmu yang mempelajari berbagai macam test dan berbagai teknik pengukuran ini disebut dosimologi.berbagai jenis test ini dapat disebut disini.
1.    jenis tes menurut tingkat-tingkatnya
a.    Test tingkat prasyarat,dilakukan sebelum leaner mulai kegiatan belajar.test ini bertujuan untuk mengetahui apakah leaner sudah berada pada tingkat tertentu atau belum.
b.    Test awal (pretesting),dilakukan pada permulaan rangkaian mata ajaran itu akan dimulai.dengan melakukan test ini dan dibandingkan dengan test selanjutnya akan diperoleh keterangan tentang peningkatan pengetahuan atau kemampuan yang lain dari leaner setelah beberapa waktu dalam proses belajar mengajar.
c.    Test selang (interval testing),dilakukan sewaktu pelajaran berlangsung.diperlukan untuk mengetahui sampai dimana tingkat penguasaan pengetahuan leaner terhadap pelajaran yang teah diakukan selama ini.bila ada leaner yang ketinggalan dapat dilakukan perlakuan khusus.
d.   Test komprehensif adalah jenis pengukuran,formatif yangdiakukan sebelum test akhir.isinya sangat komprehensif,mengingat sebagai review mata ajaran yang telah dipelajarkan dan sebagai latihan sebeum test akhir(ujian akhir).
e.    Test akhir (final testing) diakukan pada akhir suatu pelajaran sifatnya juga komprehensif.
f.     Test aman (safety testing) bila ada perbedaan yang mencolok antar “pesan pribadi si pengajar” yang barang kali subjektif ,dengan hasil ujian akhir.contoh :menurut pengajar si X anak yang pandai sekali.tetapi hasil test akhir nya jelek.untuk itu maka pengajar harus memperhatikan khusus kepada X tersebut,dan dilakukan test pengamanan.
2. Berdasarkan Cara Dilakukan Tes Maka Ada 2 Macam Tes (Ujian)
a.       Tes tertulis dimana leaner menjawab secara tertuis tes tersebut.
b.      Tes lisan peserta atau leaner harus menjawab tes dengan lisan atau tanya jawab secara lisan.
c.       Tes praktik, dimana leaner harus melakukan atau mempraktekkan suatu keterampilan tertentu. Tes ini digunakan terutama untuk mengukur aspek psikomotor dari leaner.
3. Berdasarkan bentuk pertanyaan tes pada garis besarnya dibedakan adanya 2 bentuk tes, yakni:
a.    Bentuk karangan (essay test)
Dalam tes ini sasaran tes diminta menguraikan tentang materi yang diujikan secara terbuka. Cara penilaian terhadap tes ini pun terbuka dan subjektif. Sehingga tes ini pun sering disebut tes subjektif  (unstructure test).
b.    Bentuk tertutup (structure test)
Dalam bentuk ini jawaban telah tersedia dalam bentuk piihan, teruji, tinggal memilih jawaban yang paling sesuai. Bentuk ini masih dibeda-bedakan lagi menjadi:
1)   Tes benar salah. Suatu test yang paling mudah disusun. Bentuk tes ini banyak sebuah kalimat pernyataan kemudian teruji tinggal menyatakan benar (b) atau salah (s).
2)   Tes pilihan berganda. Bentuknya adalah suatu pertanyaan-pertanyaan, kemudian jawabannya teah tersedia, dan teruji memilih satu jawaban yang paling benar. Perlu diperhatikan disini bahwa jumlah jawaban (options) yang disediakan sekurang-kurangnya 4. Hal ini penting untuk memperkecil probability yang akan dilakukan oleh teruji, untuk menjawab (memilih jawaban yang sama).
Contoh 1
Salah satu bentuk latrine (jamban) yang paing cocok di daerah pedesaan yang langka iar adalah:
A.    Jamban septic tank
B.     Jamban cemplung
C.     Jamban empang
D.    Bukan slaah satu diatas (bssd)
Contoh 2
Sumber protein nabati antara lain terdapat di dalam makanan dibawah ini, kecuali:
A.    Tempe
B.     Tahu
C.     Ikan teri
D.    Kacang tanah
E.     kedelai
3) Tes menyesuaikan (matching test), dalam bentuk tes ini ada 2 kelompok daftar pernyataan, kemudian teruji disuruh mencocokkan penyataan-pernyataan yang ada pada 2 deretan tersebut.
Contoh 3
Kelompok A
1. teori relativitas
2. hukum gaya berat
3. mesin uap
4. dialektika materialisme, dan sebagainya
Kelompok B
A. James Watt
B. Mark
C. Thorndike
D. Newtown dan sebagainya
      Biasanya pernyataan pernyataan tersebut dalam kalimat pendek-pendek saja, sehingga kurang tepat bila digunakan untuk mengevaluasi pengertian dan kemampuan membuat tafsiran. Pernyataan-pernyataan pada kelompok A sebaiknya lebih sedikit pada kelompok B. Pada kelompok B sebaiknya diberi kelebihan daripada kelompok A.
4). Tes pilihan berganda pasangan, dimana jawaban dari pernyataan-pernyataan itu lebih dari satu. Contoh:
A.    Bila 1,2 dan 3 benar
B.     Bila 2 dan 3 benar
C.     Bila 2 dan 4 benar
D.    Bila tak ada yang benar
Soal : trias usaha kesehatan sekolah mencakup antara lain:
1. Pelayanan KIA/KB
2. ingkungan sekolah yang sehat
3. pelayanan keluarga
4. pendirian kesehatan
5). Tes hubungan sebab-akibat , dimana teruji diminta untuk menyatukan bagaimana sifat hubungan sebab akibat dan suatu pernyataan.
A.    Bila sebab benar, akibat benar berhubungan
B.     Bila sebab benar, akibat benar tidak berhubungan
C.     Bila sebab benar, akibat salah
D.    Bila sebab salah, akibat benar
E.     Bila sebab salah, akibat salah
Soal:
Penyakit saluran pernafasan sering terjadi pada penduduk di daerah kumuh pertokoan, karena di kota sulit memperoleh air bersih.
6) Tes melengkapi, dimana testee (teruji) tinggal melengkapi pernyataan yang tersedia.
Contoh: penyebab penyakit TBC adalah merupakan jenis penyakit menular yang ditularkan melalui ...
2.4 CARA MEMBERIKAN ANGKA
 Seperti telah diuraikan di atas bahwa untuk melakukan evaluasi diperlukan pengkuran dengan alat atau cara, yaitu tes. Setelah kita melakukan test, maka yang diperoleh adalah hasil dan sasaran belajar yang kita ukur. Bagaimana memberikan angka atau skor terhadap hasil yang dicapai oleh leaner tersebut khususnya untuk tes objektif tidaklah sulit. Sebab tinggal menghitung berapa yang salah dan yang benar dari soal yang diberikan. Tetapi untuk tes subjektif  agak sulit. Untuk itu diperlukan kriteria tertentu guna menghindari subjektivitas dan memudahkan dalam  dalam memberikan skor.
            Cara membedakan “skor” atau nilai” dapat dilakukan dengan angka, maupun dengan huruf. Dengan cara apa pun yang dipakai, scorring pada hakikatnya adalah usaha mengkuantifikasikan informasi mengenai tingkat kemampuan orang yang di tes atau diuji. Dengan mengkuantifikasikan hasil evaluasi dan pengukuran tersebut cukup  memberikan informasi tentang hasil pembelajaran, sehingga kemungkinan perbedaan penafsiran bagi menjadi lebih kecil.
            Satu teori dalam memberikan skor hasil tersebut, dapat mengikuti satu di antara 2 sistem atau acuan penilaian:
1. beracuan kepada kriteria (criterion referenced evaluation), yaitu apabila menginterpresentasikan skor hasil pembelajaran tersebut dengan suatu tingkah laku tertentu yang dipandang sebagai kriteria kompetensi atau kemampuan. Evaluasi beracuan kriteria ini dilakukan berdasarkan suatu asumsi bahwa yang dipelajari oleh leaner itu mempunyai struktur hierarkis , dan masing-masing taraf harus dikuasai secara baik sebelum sipelajar menuju taraf berikutnya. Disamping itu diasumsikan juga bahwa orang dapat mengidentifikasi masing-masing taraf itu sampai tuntas, atau mendekati tuntas, sehingga dapat disusun alat pengukurnya.
     Didalam menggunakan evaluasi beracuan kriteria ini, maka yang dilakukan pertama-tama adalah menentukan batas lulus, yaitu persentase penguasaan yang dianggap memadai (misalnya 60%, 70%, 80%,dan sebagainya). Setelah itu membuat deferensiasi antara mereka yang lulus atau tidak lulus, menjadi beberapa kelompok, dan memberikan skor A,B,C untuk sarjana muda,misalnya.
2. beracuan kepada norma (norm reference avaluation), yaitu apabila memberikan skor siswa dengan membandingkan dengan skor siswa-siswa lain yang disebut kelompok norma. Evaluasi ini mendasarkan pada asumsi bahwa hal yang dievaluasi itu adalah suatu populasi berdistribusi menurut kurva normal. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan posisi relatif orang-orang yang dites dalam hal yang dievaluasi itu.
                 Bila kita menggunakan evaluasi beracuan norma, sejak semula harus memperlakukan kelompok skor yang diperoleh itu sebagai sample dari distribusi skor populasi. Kemudian menggunakan daerah-daerah dalam kurva normal, dihitung dengan SD (standar deviasi) dan ditentukan daerah-daerah yang diberi A,B,C,D,dan E.nilai batas lulus ditentukan kemudian.
     Contoh 1.
Dari semua nilai yang diperoleh dihitung rata-ratanya (X) dan standar deviasinya (SD) kemudian ditentukan nilainya.
Nilai
Batas Daerah Dalam Kurva
Banyaknya dalam %
A
X- + 1,5 SD atau lebih
6,68
B
Antara x-+ 0,5 SD-x-+1,5 SD
24,17
C
Antara x-- 0,5 SD-x-+0,5 SD
39,30
D
Antara x--1,5 SD- x--0,5 SD
24,17
E
Kurang dari x- - 1,5 SD
6,68
Contoh 2
Nilai
Batas Daerah Dalam Kurva
Banyaknya dalam %
A
x- + 1,5 SD atau lebih
6,68
B
Antara x- +0,5 SD- x- +1,5 SD
24,17
C
Antara x- +0,5 SD- x- +1,5 SD
39,30
D
Antara x- -1,5 SD- x- +0,5 SD
24,17
E
Kurang dari x- -2 SD
6,68

2.5 SISTEM PEMBERIAN ANGKA
            Pemberian angka terhadap hasil tes dapat dilakukan dengan berbagai cara, ada yang dilakukan dengan huruf (A,B,C,D,dan E), dan ada pula dengan angka. Sistem angka ini pun berbagai macam, ada yang menggunakan rentang angka 0-10,0-100, 01-09 dan ada pula dengan rentang angka 0-4.
            Pemberian dengan sistem atau cara apapun, sebenarnya yang penting bahwa angka-angka atau huruf-huruf tersebut dapat menggambarkan tingkat kemampuan yang diperoleh para peserta pendidikan atau pelatihan (leaner). Dengan kata lain angka-angka atau huruf tersebut hanya melambangkan kemampuan sangat baik (tinggi sekali), baik (tinggi), cukup (sedang), kurang (terendah), dan jelek (rendah sekali).
Golongan kemampuan
Nilai dengan huruf
Nilai dengan
angka 0-4
Nilai dengan angka 0-10
Nilai dengan 0-100
Sangat baik
A
3,3-4,00
8-10
85-100
Baik
B
2,6-3,2
6-8
70-84
Cukup
C
1,9-2,5
4-6
55-69
kurang
D
1,1-1,8
2-4
40-54
jelek
E
<1
0-2
0-39
            Batas lulus untuk tiap mata ajaran masing-masing jenjang program studi berbeda-beda, untuk program sarjana nilai batas lulus adalah D, untuk program pascasarjanan adalah C, dan untuk program doktor nilai batas lulus adalah B, misalnya.
Text Box: IP (NMR)= ∑KN
∑K
K= Jumlah SKS mata kuliah yang diambil (jumlah SKS)
N= nilai masing-masing mata kuliah.

            Disamping evaluasi terhadap tiap-tiap mata ajaran, suatu program pendidikan harus melakukan evaluasi keseluruhan mata ajaran didalam program studi tersebut. Pengukuran kemampuan yang bersifat menyeluruh dari seorang siswa/mahasiswa atau peserta pendidikan ini dinyatakan angka indek, yang disebut “indeks prestasi” atau “nilai mutu rata-rata”. Cara mencari nilai mutu rata-rata (NMR, dengan rumus: atau indeks prestasi  (IP).



            NMR untuk tiap-tiap jenjang studi pun berbeda-beda, untuk jenjang S1 (sarjana), minimum NMR=2,00 untuk pascasarjana/ jenjang S2 sekurang-kurangnya NMR=2,50, sedangkan untuk jenjang S3 (doktor) adalah sekurang-kurangnya NMR=3,00.
2.6 SYARAT-SYARAT ALAT PENGUKUR YANG BAIK
            Pengukuran sebagai usaha untuk mengumpulkan informasi dalam rangka membuat keputusan-keputusan dalam proses pendidikan dan pelatihan adalah sangat menentukan. Agar pengukurannya dapat menghasilkan informasi yang diharapkan alat pengukurnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain adalah:
1.      Validitas
Valididas suatu alat pengukur adalah sejauh mana alat tersebut mengukur terhadap apa yang diukur dengannya. Dengan kata lain sejauh mana alat pengukur tersebut memenuhi fungsinya sebagai alat pengukur. Misalnya, tes tentang mata ajaran fisika akan dikatakan mempunyai validitas tinggi kalau tes benar-benar mengukur taraf pengetahuan fisika, dan bukan mengukur kemampuan lain (umpamanya geografi). 
2.      Reliabilitas
Suatu alat ukur dikatakan reliable (dapat dipercaya) bila hasil pengukuran dengan alat tersebut adalah sama atau hampir sama jika pengukuran tersebut dilakukan oleh orang yang sama dalam waktu yang berlainan, atau oleh orang yang lain dalam waktu yang sama atau waktu yang berlainan. Alat pengukur yang baik harus tinggi realibitasnya atau dengan kata lain harus reliable . kata lain dari reliability adalah consistency, sebab hasil pengukuran dalam waktu yang berbeda itu kira-kira sama atau consistent(ajeg). Cara yang digunakan untuk menyelidiki reliabilitas ini adalah dengan mengadakan tes ulang, kemudian menghitung korelasi hasil tes-tes tersebut. Bila koefisien tinggi maka reliabilitas tes tersebut tinggi pula.
3.      Objektivitas
Suatu tes disebut objektif, bila tingkat persesuaian antara pertimbangan- pertimbangan para penguji yang kompeten dan secara sendiri-sendiri adalah tinggi. Tujuan dari persyaratan ini supaya penerjemahan hasil pengukuran (pemberian angka) dalam bilangan atau pemberian skor tidak terpengaruh oleh siapa yang melakukan, artinya tidak terpengaruh oleh faktor-faktor subjektif yang ada dalam diri pemberi nilai (penskor) atau oleh kesan-kesannya mengenai hasil (pekerjaan) para subjek yang diukur atau dites.
4.      Pembakuan (standarisasi)
Alat pengukur haruslah dibakukan, maksudnya, bahan tes atau bahan yang digunakan untuk mengukur, petunjuk- petunjuk untuk mengerjakan tugas atau tes, cara penyajian alat pengukur, cara menerjemahkan hasil pengukuran dan sebagainya harus dibakukan (disamakan). Tujuan pembakuan ini adalah untuk memberikan pemahaman yang sama kepada subjek yang diukur atau dites, sehingga perbedaan- perbedaan yang tampak dalam respons mereka dapat dianggap semata-mata bersumber pada perbedaan individu.
5.      Relevansi
Adalah seberapa jauh dipatuhinya ketentuan- ketentuan atau kriteria yang telah ditetapkan untuk memilih berbagai pertanyaan agar sesuai dengan maksud alat pengukur, misalnya aspek mana yang akan diukur, kognitif, afektif, atau psikomotor.
6.      Deskriminatif
Alat ukur yang baik adalah bersifat deskriminatif, artinya mempunyai daya pembeda (descriminating power) yang tinggi. Hal ini berarti juga cukup untuk dapat membeda-bedakan kualitas-kualitas kemampuan yang diukur atau dites.
7.      Komprehensif
Alat pengukur yang baik bersifat komprehensif, artinya dapat mencakup banyak hal yang diukur. Sampel harus cukup representatif bagi populasi (semua bahan yang dites).
8.      Mudah digunakan
Artinya alat pengukur tersebut hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga mudah digunakan.
2.7 LANGKAH-LANGKAH DALAM EVALUASI
2.7.1 Merencanakan Evaluasi
Dalam merencanakan evaluasi ada dua pokok penting yang perlu ditetapkan, yakni:
a.       Menetapkan tujuan
Tujuan evaluasi dapat bermacam-macam, tergantung pada macam atau jenis evaluasi yang akan dilakukan, apaka evvaluasi untuk diagnosis (evaluasi formatif), evaluasi untuk menetapkan suatu kebijaksanaan pendidikan (evaluasi sumatif), atau evaluasi untuk mengetahui dampak (impact) hasil suatu proses pendidikan setelah mereka terjun ke masyarakat (bekerja) . dalam menetapkan tujuan ini perlu diingat pula tentang domain-domain yang akan diukur serta tingkat prestasi atau kemampuan minimal setelah leaner mengikuti suatu mata ajaran atau topik mata ajaran tertentu.
b.      Membuat blue print test (ujian)
Blue print atau rancangan ujian berisikan informasi yang berkaitan dengan tes yang akan ditulis atau diujikan. Termasuk di dalamnya bagian mata ajaran yang akan diukur, taraf kompetisi yang diukur, banyaknya soal –soal untuk masing-masing dan untuk seluruh ujian, taraf kesukaran masing-masing soal dan sebagiannya. Biasanya cara yang dipakai dalam menyiapkan rancangan ujian ialah dengan menyusun tabel dua jalan yang disebut”kisi-kisi”.
            Dalam kisi-kisi soal tersebut menunjukkan isi mata kuliah yang akan diukur serta perilaku tertentu yang mencerminkan taraf kompetensi leaner. Dari taraf kompetensi biasanya yang menggunakan model yang dikembangkan oleh Bloom (1956). Menurut Bloom, kemampuan kognitif seseorang itu bertingkat, yang digambarkan dalam 6 taraf, yakni pengetahuan, pemahaman, aplikai, analisis, sintesis, dan evaluasi.
            Keenam tingkat kognitif ini harus tercermin pula di dalam bahan blue print test yang akan diujikan. Persentase atau banyaknya soal pada tiap-tiap kemampuan yang akan diteskan dapat tercermin di dalam blue print atau rancangan tersebut.
Contoh:
Kisi-kisi soal ujian
Isi mata kuliah
Taraf komprehensif
Total %
Penget
Permah
Aplik
Sin
Evvaluasi
jum
I
II
III
IV
V
Dsb Total:jumlah






30






25






25






10






5






5
20
20
20
20
20

100
            Perlu dicatat di sini bahwa tidak semua bidang studi atau kuliah dapat dilakukan pemerincian taraf-taraf kemampuan lengkap seperti contoh diatas.
c.       Menyusun alat ukur, atau menyusun (membuat tes)
Bentuk dan macam alat tes ini bermacam-macam seperti telah diuraikan dalam bagian lain didalam buku.
2.7.2 Mempergunakan alat ukur
Dalam menggunakan alat ukur yang berarti melakukan pengukuran harus memperhatikan kondisi, subjek yang akan dites/ diukur, agar mereka dalam kondisi kesehatan yang optimal. Demikian juga waktu pengukuran serta kondisi tempat pengukuran/tes harus diusahakan sekondusif mungkin, agar tidak memperoleh hasil yang “bias”.
2.7.3 menginterpretasikan hasil pengukuran
Untuk menghindari hasil interpretasi yang jauh berbeda, maka dalam hal ini, hasil-hasil pengukuran yang kualitatif itu diterjemahkan kedalam data-data kuanttatif. Dengan kata lain hasil pengukuran itu diterjemahkan kedalam angka atau huruf. Mengenai hal ini telah diuraikan dibagian lain dari bab ini.
2.7.4 mengadakan pertimbangan dan mengambil tindakan yang sesuai
Seperti telah diuraikan bahwa pengukuran akan memberikan informasi atau dasar-dasar yang akan menjadi pertimbangan untuk melakukan evaluasi hasil pembelajaran. Oleh karena itu setelah dilakukan pengukura, hasil pengukuran dan interpretasinya maka langkah terakhir adalah mengadakan pertimbangan-pertimbangan serta mengambil tindakan yang sesuai dengan tujuan evaluasi yang telah ditetapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar