BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
PENDAHULUAN
Pendidikan
apapun bentuk dan tingkatnya pada akhirnya menuju kepada suatu perubahan
perilaku, baik individu, kelompok maupun masyarakat. Perubahan perilakudi di
sini mencakup pula perubahan/ peningkatan kemampuan di tiga bidang (domain),
yaini cognitive,affective,dan psychomotor.
Seberapa
jauh perubahan atau peningkatan kemampuan itu terjadi diperlukan suatu
mekanisme. Sistem atau alat pengukur, yang sering disebut tes,evaluasi, dan
pengukuran, yang oleh sementara orang diberi arti sama, dan menggunakannya
secara bertukar-tukar, meskipun sebenarnya berbeda.
Tes
mempunyai pengertian yang lebih sempit, dan diartikan sebagai tugas-tugas yang
telah dibakukan yang diberikan kepada sasaran belajar untuk diselesaikan.
Pengukuran meiputi segaa cara untuk memperoleh informasi ini orang melakukan
tes atau cara-cara lain. Sedangkan evaluasi adalah penggunaan informasi yang
diperoleh dengan pengukuran maupun dengan cara-cara lain untuk memperoleh dan
membuat keputusan pendidikan. Dengan sendirinya keputusan-keputusan ini akan
bersifat subjektif, tergantung pada pertimbangan-pertimbangan pribadi. Untuk
melakukan evaluasi pendidikan diperlukan informasi yang diperoleh dari
pengukuran. Sedangkan untuk pengukuran ini dilakukan tes.
Dari
uraian ini tampak jelas bahwa evaluasi, pengukuran dan tes dipergunakan secara
bersama-sama. Contoh untuk mengevaluasi sejauh mana sasarn menguasai mata
ajaran pembuangan kotoran maka
pengukuran terhadap pengetahuan mereka tentang pembuangan kotoran
tersebut, dengan cara mereke harus m njawab pertanyaan-pertanyaan yang teah
disusun. Disamping untuk mengukur kemampuan atau pengetahuan leaner di dalam proses beajar, evaluasi
juga diperlukan untuk mengukur kemampuan leaner
atau lulusan, suatu program pendidikan setelah mereka bekerja di masyarakat.
Evaluasi disini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana lulusan suatu program
pendidikan itu mampu mengatasi masalah –masaah kemasyarakatan, yang
diterjemahkan dalam kemampuan kerja mereka. Dalam melakukan evaluasi ini pihak
evaluator, membandingkan tujuan institusi dimana lulusan itu belajar dengan
hasil pekerjaan mereka.
Dengan
kata lain membandingkan antara harapan dengan kenyataan, selisihnya adaah
sebagai kemampuan yang belum atau tidak dipunyai oleh lulusan dan bila hal ini diterjemahkan adalah
merupakan suatu tambahan yang harus diberikan kepada para lulusan.
2.2 KLASIFIKASI
PENGUKURAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
Berdasarkan
fungsinya,evaluasi dan pengukuran diperlukan untuk memenuhi tiga kelompok
kebutuhan yakni:
1)
Kebutuhan Psikologis
Secara
psikologis orang yang sedang dalam proses belajar mengajar baik si terajar
(leaner) maupun secara pengajar (teacher) memerlukan informasi yang dijadikan
rangka acuan (frame of reference) untuk mengetahui di sampai mana mereka sudah mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.hal ini penting sebab dengan mengetahui
informasi ini si leaner akan terdorong secara psikologis bila ia belum sampai
pada tujuannya.demikian juga si teacher akan meningkatkan usahanya untuk
mengejar tujuan pendidikan yang belum dicapai.
2)
Kebutuhan Didaktis
Dengan
adanya hasi-hasil pengukuran dan evaluasi akan diperoleh manfaat antara lain:
a.memberikan
umpan balik kepada leaner tentang tingkat pengetahuan dan kemampuan yang belum
dicapai.
b.juga
memberikan umpan balik kepada si pengajar,tentang hasil mengajar yang sudah
maupun yang belum di capai,dan mencari sebab-sebab belum tercapainya sebagian
tujuan pendidikan tersebut.dengan demikian,si pengajar dapat memperbaiki cara
mengajarnya,bia perlu,atau memperbaiki materi pengajarannya.
c.untuk
membedakan kemampuan dan kegagalan atau tingkat keberhasilan seorang leaner
dalam mencapai suatu jenjang atau tingkat pendidikan.
3)
Kebutuhan Administrasi
Dengan
diperolehnya hasil evaluasi dan pengukuran akan berguna bagi keputusan-keputusan
yang berhubungan dengan administrasi dan pengelolaan,antara lain:
a.menentukan
atau membuat keputusan tentang tamat belajar naik/tinggal kelas dan sebagiannya
bagi”leaner”
b.sebagai
bahan laporan baik kepada instansi pendidikan yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan proses belajar mengajar tersebut.
Di samping pengklasifikasikanberdasarkan
fungsinya,evaluasi juga dapat dibedakan berdasarkan atas kapan pengukuran dan
evaluasi itu dilakukan.untuk itu evaluasi dibedakan menjadi:
1) Evaluasi
formatif
evaluasi
ini diakukan dalam proses pendidikan yang berlangsung.evaluasi ini sangat
diperlukan untuk mengadakan perbaikan proses belajar mengajar,termasuk
kurikulum metode pengajar,dan sebagainya.Disamping itu,evaluasi formatif juga
bertujuan untuk mendapatkan umpan balik guna penyempurnaan,perbaikan rancangan
dan pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya.
2) Evaluasi
Sumatif
Evaluasi ini dilakukan pada akhir suatu
proses pendidikan atau proses belajar mengajar.Dengan kata lain,evaluasi sumatif
ini diperlukan untuk menentukan kedudukan para leaner di dalam suatu jenjang
atau tingkat tertentu,dan untuk memberikan keterangan dalam pengambilan
keputusan tentang tingkat kenaikan atau pemberian gelar atau dibploma.Tujuan
utama evaluasi sumatif ini adalah untuk menentukan pendapat tentang keseluruhan
proses belajar mengajar yang sudah selesai.biasanya dilakukan pada akhir masa
belajar sebuah atau beberapa buah kesatuan pengajaran.sementara orang
berpendapat bahwa evaluasi ini mencakup juga evaluasi terhadap lulusan suatu
program pendidikan scietafic mereka bekerja dimasyarakat.Tujuan nya untuk
mengetahui performance lulusan,sampai
dimana mereka dapat mengaplikasikan teori-teori dan kemampuan mereka sehubungan
dengan pekerjaan / tugas mereka.
2.3 Macam-
Macam Alat Pengukuran(Test)
Salah
satu alat pengukur yangdigunakan untuk memperoleh informasi dalam rangka
pengukuran dan evaluasi adalah test atau ujian.dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dewasa ini,test ini juga mempunyai eksistensi sendiri sebagai
ilmu.Ilmu yang mempelajari berbagai macam test dan berbagai teknik pengukuran
ini disebut dosimologi.berbagai jenis test ini dapat disebut disini.
1. jenis
tes menurut tingkat-tingkatnya
a. Test
tingkat prasyarat,dilakukan sebelum leaner mulai kegiatan belajar.test ini
bertujuan untuk mengetahui apakah leaner sudah berada pada tingkat tertentu
atau belum.
b. Test
awal (pretesting),dilakukan pada permulaan rangkaian mata ajaran itu akan
dimulai.dengan melakukan test ini dan dibandingkan dengan test selanjutnya akan
diperoleh keterangan tentang peningkatan pengetahuan atau kemampuan yang lain
dari leaner setelah beberapa waktu dalam proses belajar mengajar.
c. Test
selang (interval testing),dilakukan sewaktu pelajaran berlangsung.diperlukan
untuk mengetahui sampai dimana tingkat penguasaan pengetahuan leaner terhadap
pelajaran yang teah diakukan selama ini.bila ada leaner yang ketinggalan dapat
dilakukan perlakuan khusus.
d. Test
komprehensif adalah jenis pengukuran,formatif yangdiakukan sebelum test
akhir.isinya sangat komprehensif,mengingat sebagai review mata ajaran yang
telah dipelajarkan dan sebagai latihan sebeum test akhir(ujian akhir).
e. Test
akhir (final testing) diakukan pada akhir suatu pelajaran sifatnya juga
komprehensif.
f. Test
aman (safety testing) bila ada perbedaan yang mencolok antar “pesan pribadi si
pengajar” yang barang kali subjektif ,dengan hasil ujian akhir.contoh :menurut
pengajar si X anak yang pandai sekali.tetapi hasil test akhir nya jelek.untuk
itu maka pengajar harus memperhatikan khusus kepada X tersebut,dan dilakukan
test pengamanan.
2. Berdasarkan Cara Dilakukan Tes Maka
Ada 2 Macam Tes (Ujian)
a. Tes
tertulis dimana leaner menjawab secara tertuis tes tersebut.
b. Tes
lisan peserta atau leaner harus menjawab tes dengan lisan atau tanya jawab
secara lisan.
c. Tes
praktik, dimana leaner harus melakukan atau mempraktekkan suatu keterampilan
tertentu. Tes ini digunakan terutama untuk mengukur aspek psikomotor dari
leaner.
3.
Berdasarkan bentuk pertanyaan tes pada garis besarnya dibedakan adanya 2 bentuk
tes, yakni:
a. Bentuk
karangan (essay test)
Dalam tes ini sasaran tes diminta
menguraikan tentang materi yang diujikan secara terbuka. Cara penilaian
terhadap tes ini pun terbuka dan subjektif. Sehingga tes ini pun sering disebut
tes subjektif (unstructure test).
b.
Bentuk tertutup (structure test)
Dalam bentuk ini jawaban telah tersedia
dalam bentuk piihan, teruji, tinggal memilih jawaban yang paling sesuai. Bentuk
ini masih dibeda-bedakan lagi menjadi:
1) Tes
benar salah. Suatu test yang paling mudah disusun. Bentuk tes ini banyak sebuah
kalimat pernyataan kemudian teruji tinggal menyatakan benar (b) atau salah (s).
2) Tes
pilihan berganda. Bentuknya adalah suatu pertanyaan-pertanyaan, kemudian
jawabannya teah tersedia, dan teruji memilih satu jawaban yang paling benar.
Perlu diperhatikan disini bahwa jumlah jawaban (options) yang disediakan sekurang-kurangnya 4. Hal ini penting
untuk memperkecil probability yang
akan dilakukan oleh teruji, untuk menjawab (memilih jawaban yang sama).
Contoh 1
Salah satu bentuk latrine (jamban) yang paing cocok di daerah pedesaan yang langka
iar adalah:
A. Jamban
septic tank
B. Jamban
cemplung
C. Jamban
empang
D. Bukan
slaah satu diatas (bssd)
Contoh
2
Sumber
protein nabati antara lain terdapat di dalam makanan dibawah ini, kecuali:
A. Tempe
B. Tahu
C. Ikan
teri
D. Kacang
tanah
E. kedelai
3) Tes menyesuaikan (matching test), dalam bentuk tes ini ada
2 kelompok daftar pernyataan, kemudian teruji disuruh mencocokkan
penyataan-pernyataan yang ada pada 2 deretan tersebut.
Contoh 3
Kelompok A
1. teori relativitas
2. hukum gaya berat
3. mesin uap
4. dialektika
materialisme, dan sebagainya
Kelompok B
A. James Watt
B. Mark
C. Thorndike
D. Newtown dan
sebagainya
Biasanya
pernyataan pernyataan tersebut dalam kalimat pendek-pendek saja, sehingga
kurang tepat bila digunakan untuk mengevaluasi pengertian dan kemampuan membuat
tafsiran. Pernyataan-pernyataan pada kelompok A sebaiknya lebih sedikit pada
kelompok B. Pada kelompok B sebaiknya diberi kelebihan daripada kelompok A.
4).
Tes pilihan berganda pasangan, dimana jawaban dari pernyataan-pernyataan itu
lebih dari satu. Contoh:
A. Bila
1,2 dan 3 benar
B. Bila
2 dan 3 benar
C. Bila
2 dan 4 benar
D. Bila
tak ada yang benar
Soal
: trias usaha kesehatan sekolah mencakup antara lain:
1.
Pelayanan KIA/KB
2.
ingkungan sekolah yang sehat
3.
pelayanan keluarga
4.
pendirian kesehatan
5). Tes hubungan sebab-akibat , dimana
teruji diminta untuk menyatukan bagaimana sifat hubungan sebab akibat dan suatu
pernyataan.
A. Bila
sebab benar, akibat benar berhubungan
B. Bila
sebab benar, akibat benar tidak berhubungan
C. Bila
sebab benar, akibat salah
D. Bila
sebab salah, akibat benar
E. Bila
sebab salah, akibat salah
Soal:
Penyakit
saluran pernafasan sering terjadi pada penduduk di daerah kumuh pertokoan,
karena di kota sulit memperoleh air bersih.
6)
Tes melengkapi, dimana testee (teruji) tinggal melengkapi pernyataan yang
tersedia.
Contoh: penyebab penyakit TBC adalah merupakan jenis
penyakit menular yang ditularkan melalui ...
2.4
CARA MEMBERIKAN ANGKA
Seperti telah diuraikan di atas bahwa untuk
melakukan evaluasi diperlukan pengkuran dengan alat atau cara, yaitu tes.
Setelah kita melakukan test, maka yang diperoleh adalah hasil dan sasaran
belajar yang kita ukur. Bagaimana memberikan angka atau skor terhadap hasil
yang dicapai oleh leaner tersebut
khususnya untuk tes objektif tidaklah sulit. Sebab tinggal menghitung berapa
yang salah dan yang benar dari soal yang diberikan. Tetapi untuk tes
subjektif agak sulit. Untuk itu
diperlukan kriteria tertentu guna menghindari subjektivitas dan memudahkan
dalam dalam memberikan skor.
Cara membedakan “skor” atau nilai” dapat dilakukan dengan
angka, maupun dengan huruf. Dengan cara apa pun yang dipakai, scorring pada hakikatnya adalah usaha
mengkuantifikasikan informasi mengenai tingkat kemampuan orang yang di tes atau
diuji. Dengan mengkuantifikasikan hasil evaluasi dan pengukuran tersebut
cukup memberikan informasi tentang hasil
pembelajaran, sehingga kemungkinan perbedaan penafsiran bagi menjadi lebih
kecil.
Satu teori dalam memberikan skor hasil tersebut, dapat
mengikuti satu di antara 2 sistem atau acuan penilaian:
1.
beracuan kepada kriteria (criterion
referenced evaluation), yaitu apabila menginterpresentasikan skor hasil
pembelajaran tersebut dengan suatu tingkah laku tertentu yang dipandang sebagai
kriteria kompetensi atau kemampuan. Evaluasi beracuan kriteria ini dilakukan
berdasarkan suatu asumsi bahwa yang dipelajari oleh leaner itu mempunyai
struktur hierarkis , dan masing-masing taraf harus dikuasai secara baik sebelum
sipelajar menuju taraf berikutnya. Disamping itu diasumsikan juga bahwa orang
dapat mengidentifikasi masing-masing taraf itu sampai tuntas, atau mendekati
tuntas, sehingga dapat disusun alat pengukurnya.
Didalam menggunakan evaluasi beracuan
kriteria ini, maka yang dilakukan pertama-tama adalah menentukan batas lulus,
yaitu persentase penguasaan yang dianggap memadai (misalnya 60%, 70%, 80%,dan
sebagainya). Setelah itu membuat deferensiasi antara mereka yang lulus atau
tidak lulus, menjadi beberapa kelompok, dan memberikan skor A,B,C untuk sarjana
muda,misalnya.
2.
beracuan kepada norma (norm reference avaluation), yaitu apabila memberikan
skor siswa dengan membandingkan dengan skor siswa-siswa lain yang disebut
kelompok norma. Evaluasi ini mendasarkan pada asumsi bahwa hal yang dievaluasi
itu adalah suatu populasi berdistribusi menurut kurva normal. Tujuan evaluasi
adalah untuk menentukan posisi relatif orang-orang yang dites dalam hal yang
dievaluasi itu.
Bila kita menggunakan evaluasi
beracuan norma, sejak semula harus memperlakukan kelompok skor yang diperoleh itu
sebagai sample dari distribusi skor populasi. Kemudian menggunakan
daerah-daerah dalam kurva normal, dihitung dengan SD (standar deviasi) dan
ditentukan daerah-daerah yang diberi A,B,C,D,dan E.nilai batas lulus ditentukan
kemudian.
Contoh 1.
Dari
semua nilai yang diperoleh dihitung rata-ratanya (X) dan standar
deviasinya (SD) kemudian ditentukan nilainya.
Nilai
|
Batas
Daerah Dalam Kurva
|
Banyaknya
dalam %
|
A
|
X-
+ 1,5 SD atau lebih
|
6,68
|
B
|
Antara
x
|
24,17
|
C
|
Antara
x
|
39,30
|
D
|
Antara
x
|
24,17
|
E
|
Kurang
dari x
|
6,68
|
Contoh
2
Nilai
|
Batas
Daerah Dalam Kurva
|
Banyaknya
dalam %
|
A
|
x
|
6,68
|
B
|
Antara
x
|
24,17
|
C
|
Antara
x
|
39,30
|
D
|
Antara
x
|
24,17
|
E
|
Kurang
dari x
|
6,68
|
2.5
SISTEM PEMBERIAN ANGKA
Pemberian angka terhadap hasil tes dapat dilakukan dengan
berbagai cara, ada yang dilakukan dengan huruf (A,B,C,D,dan E), dan ada pula
dengan angka. Sistem angka ini pun berbagai macam, ada yang menggunakan rentang
angka 0-10,0-100, 01-09 dan ada pula dengan rentang angka 0-4.
Pemberian dengan sistem atau cara apapun, sebenarnya yang
penting bahwa angka-angka atau huruf-huruf tersebut dapat menggambarkan tingkat
kemampuan yang diperoleh para peserta pendidikan atau pelatihan (leaner).
Dengan kata lain angka-angka atau huruf tersebut hanya melambangkan kemampuan
sangat baik (tinggi sekali), baik (tinggi), cukup (sedang), kurang (terendah),
dan jelek (rendah sekali).
Golongan kemampuan
|
Nilai dengan huruf
|
Nilai dengan
angka 0-4
|
Nilai dengan angka 0-10
|
Nilai dengan 0-100
|
Sangat baik
|
A
|
3,3-4,00
|
8-10
|
85-100
|
Baik
|
B
|
2,6-3,2
|
6-8
|
70-84
|
Cukup
|
C
|
1,9-2,5
|
4-6
|
55-69
|
kurang
|
D
|
1,1-1,8
|
2-4
|
40-54
|
jelek
|
E
|
<1
|
0-2
|
0-39
|
Batas lulus untuk tiap mata ajaran masing-masing jenjang
program studi berbeda-beda, untuk program sarjana nilai batas lulus adalah D,
untuk program pascasarjanan adalah C, dan untuk program doktor nilai batas
lulus adalah B, misalnya.
![Text Box: IP (NMR)= ∑KN
∑K
K= Jumlah SKS mata kuliah yang diambil (jumlah SKS)
N= nilai masing-masing mata kuliah.](file:///C:\Users\ACER\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png)
NMR untuk tiap-tiap jenjang studi pun berbeda-beda, untuk
jenjang S1 (sarjana), minimum NMR=2,00 untuk pascasarjana/ jenjang S2
sekurang-kurangnya NMR=2,50, sedangkan untuk jenjang S3 (doktor) adalah
sekurang-kurangnya NMR=3,00.
2.6
SYARAT-SYARAT ALAT PENGUKUR YANG BAIK
Pengukuran sebagai usaha untuk mengumpulkan informasi
dalam rangka membuat keputusan-keputusan dalam proses pendidikan dan pelatihan
adalah sangat menentukan. Agar pengukurannya dapat menghasilkan informasi yang
diharapkan alat pengukurnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat tersebut antara lain adalah:
1. Validitas
Valididas suatu alat pengukur adalah
sejauh mana alat tersebut mengukur terhadap apa yang diukur dengannya. Dengan
kata lain sejauh mana alat pengukur tersebut memenuhi fungsinya sebagai alat
pengukur. Misalnya, tes tentang mata ajaran fisika akan dikatakan mempunyai
validitas tinggi kalau tes benar-benar mengukur taraf pengetahuan fisika, dan
bukan mengukur kemampuan lain (umpamanya geografi).
2. Reliabilitas
Suatu
alat ukur dikatakan reliable (dapat
dipercaya) bila hasil pengukuran dengan alat tersebut adalah sama atau hampir
sama jika pengukuran tersebut dilakukan oleh orang yang sama dalam waktu yang
berlainan, atau oleh orang yang lain dalam waktu yang sama atau waktu yang
berlainan. Alat pengukur yang baik harus tinggi realibitasnya atau dengan kata
lain harus reliable . kata lain dari reliability adalah consistency, sebab
hasil pengukuran dalam waktu yang berbeda itu kira-kira sama atau consistent(ajeg). Cara yang digunakan
untuk menyelidiki reliabilitas ini adalah dengan mengadakan tes ulang, kemudian
menghitung korelasi hasil tes-tes tersebut. Bila koefisien tinggi maka
reliabilitas tes tersebut tinggi pula.
3. Objektivitas
Suatu
tes disebut objektif, bila tingkat persesuaian antara pertimbangan-
pertimbangan para penguji yang kompeten dan secara sendiri-sendiri adalah
tinggi. Tujuan dari persyaratan ini supaya penerjemahan hasil pengukuran
(pemberian angka) dalam bilangan atau pemberian skor tidak terpengaruh oleh
siapa yang melakukan, artinya tidak terpengaruh oleh faktor-faktor subjektif
yang ada dalam diri pemberi nilai (penskor) atau oleh kesan-kesannya mengenai
hasil (pekerjaan) para subjek yang diukur atau dites.
4. Pembakuan (standarisasi)
Alat
pengukur haruslah dibakukan, maksudnya, bahan tes atau bahan yang digunakan
untuk mengukur, petunjuk- petunjuk untuk mengerjakan tugas atau tes, cara
penyajian alat pengukur, cara menerjemahkan hasil pengukuran dan sebagainya
harus dibakukan (disamakan). Tujuan pembakuan ini adalah untuk memberikan
pemahaman yang sama kepada subjek yang diukur atau dites, sehingga perbedaan-
perbedaan yang tampak dalam respons mereka dapat dianggap semata-mata bersumber
pada perbedaan individu.
5. Relevansi
Adalah
seberapa jauh dipatuhinya ketentuan- ketentuan atau kriteria yang telah
ditetapkan untuk memilih berbagai pertanyaan agar sesuai dengan maksud alat
pengukur, misalnya aspek mana yang akan diukur, kognitif, afektif, atau
psikomotor.
6. Deskriminatif
Alat
ukur yang baik adalah bersifat deskriminatif, artinya mempunyai daya pembeda (descriminating power) yang tinggi. Hal
ini berarti juga cukup untuk dapat membeda-bedakan kualitas-kualitas kemampuan
yang diukur atau dites.
7. Komprehensif
Alat
pengukur yang baik bersifat komprehensif, artinya dapat mencakup banyak hal
yang diukur. Sampel harus cukup representatif bagi populasi (semua bahan yang
dites).
8. Mudah digunakan
Artinya
alat pengukur tersebut hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga mudah
digunakan.
2.7
LANGKAH-LANGKAH DALAM EVALUASI
2.7.1
Merencanakan Evaluasi
Dalam merencanakan
evaluasi ada dua pokok penting yang perlu ditetapkan, yakni:
a.
Menetapkan tujuan
Tujuan
evaluasi dapat bermacam-macam, tergantung pada macam atau jenis evaluasi yang
akan dilakukan, apaka evvaluasi untuk diagnosis (evaluasi formatif), evaluasi
untuk menetapkan suatu kebijaksanaan pendidikan (evaluasi sumatif), atau
evaluasi untuk mengetahui dampak (impact) hasil suatu proses pendidikan setelah
mereka terjun ke masyarakat (bekerja) . dalam menetapkan tujuan ini perlu
diingat pula tentang domain-domain yang akan diukur serta tingkat prestasi atau
kemampuan minimal setelah leaner
mengikuti suatu mata ajaran atau topik mata ajaran tertentu.
b.
Membuat blue print test (ujian)
Blue
print atau rancangan ujian berisikan informasi yang berkaitan dengan tes yang
akan ditulis atau diujikan. Termasuk di dalamnya bagian mata ajaran yang akan
diukur, taraf kompetisi yang diukur, banyaknya soal –soal untuk masing-masing
dan untuk seluruh ujian, taraf kesukaran masing-masing soal dan sebagiannya.
Biasanya cara yang dipakai dalam menyiapkan rancangan ujian ialah dengan
menyusun tabel dua jalan yang disebut”kisi-kisi”.
Dalam kisi-kisi soal tersebut
menunjukkan isi mata kuliah yang akan diukur serta perilaku tertentu yang
mencerminkan taraf kompetensi leaner. Dari taraf kompetensi biasanya yang menggunakan
model yang dikembangkan oleh Bloom (1956). Menurut Bloom, kemampuan kognitif
seseorang itu bertingkat, yang digambarkan dalam 6 taraf, yakni pengetahuan,
pemahaman, aplikai, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Keenam tingkat kognitif ini harus
tercermin pula di dalam bahan blue print test yang akan diujikan. Persentase
atau banyaknya soal pada tiap-tiap kemampuan yang akan diteskan dapat tercermin
di dalam blue print atau rancangan tersebut.
Contoh:
Kisi-kisi soal ujian
Isi
mata kuliah
|
Taraf
komprehensif
|
Total
%
|
|||||
Penget
|
Permah
|
Aplik
|
Sin
|
Evvaluasi
|
jum
|
||
I
II
III
IV
V
Dsb
Total:jumlah
|
30
|
25
|
25
|
10
|
5
|
5
|
20
20
20
20
20
100
|
Perlu
dicatat di sini bahwa tidak semua bidang studi atau kuliah dapat dilakukan
pemerincian taraf-taraf kemampuan lengkap seperti contoh diatas.
c.
Menyusun alat ukur, atau menyusun
(membuat tes)
Bentuk
dan macam alat tes ini bermacam-macam seperti telah diuraikan dalam bagian lain
didalam buku.
2.7.2
Mempergunakan alat ukur
Dalam menggunakan alat
ukur yang berarti melakukan pengukuran harus memperhatikan kondisi, subjek yang
akan dites/ diukur, agar mereka dalam kondisi kesehatan yang optimal. Demikian
juga waktu pengukuran serta kondisi tempat pengukuran/tes harus diusahakan
sekondusif mungkin, agar tidak memperoleh hasil yang “bias”.
2.7.3
menginterpretasikan hasil pengukuran
Untuk menghindari hasil
interpretasi yang jauh berbeda, maka dalam hal ini, hasil-hasil pengukuran yang
kualitatif itu diterjemahkan kedalam data-data kuanttatif. Dengan kata lain
hasil pengukuran itu diterjemahkan kedalam angka atau huruf. Mengenai hal ini
telah diuraikan dibagian lain dari bab ini.
2.7.4
mengadakan pertimbangan dan mengambil tindakan yang sesuai
Seperti telah diuraikan
bahwa pengukuran akan memberikan informasi atau dasar-dasar yang akan menjadi
pertimbangan untuk melakukan evaluasi hasil pembelajaran. Oleh karena itu
setelah dilakukan pengukura, hasil pengukuran dan interpretasinya maka langkah
terakhir adalah mengadakan pertimbangan-pertimbangan serta mengambil tindakan
yang sesuai dengan tujuan evaluasi yang telah ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar